Senin, 27 April 2020

Tari Kuda Lumping atau Jathilan

Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Kuda Lumping yang dimainkan menggunakan kuda tiruan terbuat dari anyaman bambu bambu yang diberi motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Kuda tiruan yang digunakan dalam tarian kuda lumping dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga masyarakat jawa menyebutnya sebagai jaran kepang. Jathilan berasal dari kalimat berbahasa Jawa “jaranne thil-thilan,” yang jika diartikan ke dalam bahasa indonesia menjadi “kudanya joget tak beraturan”.

Para prajurit jathilan tersebut mengenakan baju dan didandani agar terlihat menarik dan dapat mendalami perannya sebagai prajurit. Kostum lainnya berupa seragam celana sebatas lutut, kain batik bawahan, kemeja atau kaus lengan panjang, setagen, ikat pinggang bergesper, selempang bahu (srempeng), selendang pinggang (sampur) dan kain ikat kepala (udheng) dan hiasan telinga (sumping). Para penari berdandan mencolok dan diselipkan keris pada stagen.

Dalam kesenian kuda lumping terdapat juga alat musik pengiring. Adapun alat musik yang digunakan sebagai iringan adalah gendang, bonang, saron, kempul, slompret, gong dan ketipung. Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta

Konon, tari Kuda Lumping merupakan bentuk penghargaan dan dukungan rakyat jelata kepada pasukan berkuda Pangeran Diponegoro, serta menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah dan Sunan Kalijaga melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa tarian ini mengisahkan latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Raja Mataram Sultan Hamengkubuwono I melawan pasukan Belanda.

Tari Kuda Lumping menggambarkan semangat kepahlawanan dan aspek kemiliteran pasukan berkuda. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.

Untuk mengiringi tarian dapat menggunakan barang-barang bekas di sekitarmu sebagai alat musik, seperti: Beberapa botol bekas berisi air dengan ketinggian berbeda sebagai melodi untuk musik jaranan yang kamu mainkan. Tong plastik bekas cat atau bekas air mineral sebagai kendang pengiring melodi. Sepasang tutup panci bekas sebagai tamborin. Kemudian mainkan melodi dari lagu “Jaranan” yang berasal dari daerah Jawa Tengah. Perhatikan melodinya:
 Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menam Tari Kuda Lumping atau Jathilan
Jaranan

Jaranan-jaranan, jarane jaran teji
Sing numpak ndoro Bei, sing ngiring para mentri
Jrek jrek nong..jrek jrek gung, jrek e jrek turut lurung
Gedebuk krincing gedebuk krincing, thak thak gedebuk jeder.

Berkuda, berkuda, kudanya teji (tinggi besar)
Yang naik Tuan Bei, yang mengiring para menteri
Jrek-jrek nong, jrek-jrek gung, jrek e jrek menyusuri jalanan
Gedebuk krincing gedebuk krincing, thak thak gedebuk jeder

Pada jaman dahulu kesenian tari kuda lumping sudah sering dipentaskan di dusun-dusun kecil. Pementasan ini memiliki dua tujuan, yang pertama yaitu sebagai sarana menghibur rakyat sekitar, dan yang kedua juga dimanfaatkan sebagai media guna menyatukan rakyat dalam melawan penindasan. Sehingga yang dipentaskan adalah sosok prajurit yang berpenampilan mirip dengan jaman kerajaan dahulu, dan gerakan tarinya diiringi alunan bunyi gamelan serta lantunan suara sinden.

Namun kini kesenian tradisional kuda lumping hanya dilihat sebagai tontonan dan hiburan semata, bukan sebagai tuntunan dalam pagelarannya, padahal terdapat nilai-nilai sejarah yang perlu digali dan diteliti didalamnya.